"Baju kebangsaan stay at home"


@MuznaNAs
Add caption

Baju Rumah yang Busui Friendly - Bunda Alazi

“Aku adalah baju yang selalu dipilih emak semasa stay at home”, kata pakaian kebangangsaan berinisial d. Kebayang nggak sih? para emak di rumah pake baju apa selama hampir lebih sebulan di rumah?. Jadi malu kalau pertanyaan itu ditujukan padaku. Ya pakaian rumah itu memang tidak harus d*st*r, tapi coba tanyakan pada emak-emak yang rempong seharian di rumah itu, enaknya pake apa?. Bukan tidak ada baju lain, namun yang menjadi favorit di masa corona ini, nampaknya dia. Dan baju d*st*r itu menjadi saksi kehidupan emak sehari-harinya.

Kalau idealnya pakaian yang pantas buat sehari-hari di rumah adalah baju yang bersih, tidak harus  bagus, namun enak dipandang sama suami dan anak-anak tercinta serta wangi harum semerbak. Seideal itukah emak-emak? apalagi dalam kondisi ekonomi yang berbeda setiap keluarga, apakah sama yang mampu dan tidak mampu?.

“Aku menjadi saksi”, kata d*st*r lagi.  Idealitas itu pun memudar, seiring waktu. Asa itu pun tersampingkan karena kewajiban lebih utama ditunaikan. Tak  hiraukan lagi keutamaan. Dalam pikiran emak, yang penting semua selesai, dandannya nanti kalau sudah tuntas. Dari pagi sampai sore, kok ya tidak tuntas-tuntas? lantas kapan dandannya?. Maafkan emak ya para suami yang soleh dan anak-anak yang emak cintai.

Semua anggota keluarga kumpul di rumah, semua ingin nyaman berada di tempat yang bersih, mereka juga  butuh makanan dan minuman serta camilan. Andai semua ada dengan simsilabim, mungkin emak tidak perlu repot  berbaju kebangsaan ini. Karena semua ada tinggal PO dan Go Food. Tidak perlu berkotoria dan berbasahria di dapur dan di sumur. Namun lupakan, itu hanya  berlaku bagi yang mampu, bagi yang pas-pasan, bahkan malah sampai tidak ada yang untuk membeli, itu jelas bukan pilihan.
“Tiap emak selesai mencuci piring, menyapu dan mengepel serta bersih-bersih apa saja, aku pasti basah dan bau karena keringat emak”, desah d*st*r.  Bagaimana tidak, sejak bangun pagi, emak harus sudah di dapur membuatkan sarapan, setelah itu bersih-bersih rumah. Belum sempat beristirahat, emak sudah kembali disibukan menyiapkan makan untuk santap siang, memasak lagi tentunya. “Jika emak selesai masak, aku tidak nyaman, bau brambang dan bau air bekas cucian ayam menempel”. Waktu siang dimana yang lain beristirahat, emak masih mengangkat jemuran pakaian dan harus menyetrikanya. Belum selesai urusan emak, sore pun berlalu. Jelang magrib masih meyiapkan makan malam.
“Ini rutinitas emak, waktu emak istirahat adalah waktu-waktu solatnya, dan emak berganti pakaian. Aku ditinggalkan di tempat cucian, dan itu dilakukan beberapa kali, dan kembali mengambil teman-temanku buat gantinya”. Inginnya emak berganti, namun semua kegiatan itu menyebabkan emak selalu kemeringat istilah dalam bahasa jawa. “Dan yang paling nyaman digunakan adalah aku’ gumam d*st*r.
“Ya … maka aku d*st*r,  jadi baju kebangsaan para emak di masa Covid-19. Wajar pakaian lain iri kepadaku”. Anda boleh setuju, boleh juga tidak, ini adalah kenyataan dan curhatan sebuah baju yang bolak-balik dipake dan di cuci sampai belel dan sobek.  Semoga kalian menjadi saksi amal emak- emak dimanapun.



#kelassalmanmenulis1
#safjogja
#covid-19stories


Nama  : Muzna Nurhayati, S.Pd
Profesi :  Pendidik dan WIrausaha
Domisili : Pogung Baru D 33 A Jalan Kaliurang KM 5 Sinduadi Mlati Sleman DIY
No HP : 081326101508
Alamat Email : muzna27saf@gmail.com
Nama Akun Sosial Media  : FB Muzna Nurhayati



Comments

Popular posts from this blog