Gempa yang Menggoncang Jiwa
27 Mei 2006
by MuznaNAs.
#dirumahaja
============================
27 Mei 2006
by MuznaNAs.
Hari yang Allah tetapkan buat kami warga jogja. Yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya.
Tidak ada mimpi dan tidak ada firasat apapun. Yang ada kita semua bersiap untuk aktivitas hari ini.
Pagi itu sesaat sebelum Allah goncangkan bumi kami. Seperti biasa, krucil saya lengkap di rumah. Hanya yang nomer satu yang sudah mondok sekolah menengah pertama. Mereka semua sudah bangun, hanya posisinya masih tersebar.
Yang nomer empat sedang mandi. Yang nomer lima baru setengah sadar duduk di ruang tengah di atas karpet. Anak nomer dua sudah siap dengan seragamnya dan siap makan. Karena makanan juga sudah siap di meja makan. Sedang anak nomer enam sedang berguling di kamar, sebab usianya belum genap satu tahun.
Jam saat itu jam menunjukkan 5.55 kurang lebih. Sadar bahwa suara ini adalah gempa. Tempat tidur sudah bergoyang. Saya mengangkat anak dan membawanya keluar halaman belakang. Berhenti di teras. Saya juga tidak berani ke bagian tanah. Sebab saya takut ada yang jatuh dari atas. Anak saya yang baru selesai mandi ikut bersama saya memakai handuknya. saya peluk keduanya, di bawah atap teras rumah bagian belakang.
Sesaat saya ingat anak yang lain. Anak yang masih di ruang tengah yang lagi bengong saya panggil keluar dan saya peluk juga. Tidak berani menatap bagian atas karena semua genting seperti terangkat. Saya juga ingat anak yang mau makan di dalam dan anak yang belum bangun. Tapi saya tidak. berani masuk lagi Namun Alhamdulillah mereka keluar juga hanya bingung mau kearah mana.
Lebih parah suami tidak muncul-muncul. Dia tidak sadar kalau sedang gempa. Astaghfirullah.
Saya tidak kuasa menghandel semua. Saya pasrah menanti semua berakhir. sekian detik, ya katanya tidak sampai 1 menit hanya 55 detik. Suara keras genting yang berhanburan itu tidak ada yang jatuh satu pun di depan kami. Gempa mereda. Baru suami teriak dari depan.
"Ada gempa ... ada gempa ... ." Beliau mengajak anak no 2 dan 3 ke luar ke halaman depan. Padahal kami yang lain sudah dari tadi paniknya, dan saya tetap bersama 3 anak di belakang.
Setelah gempa mereda. saya ajak anak-anak ke luar ke halaman depan mengikuti yang lain. Di luar sudah banyak orang keluar dari rumah masing-masing. Anak-anak kos yang muslimah keluar lupa membawa kerudungnya. Mereka sadar setelah saling pandang, akhirnya meski masih takut mereka masuk dulu buat mengambil kerudung dan kembali keluar.
Semua orang sudah di luar. Saya mencoba masuk ke dalam melihat keadaan. Semua baik baik, hanya di ruang makan, meja makan sudah berantakan. Kuah sayur tumpah. Lauk tidak lagi di tempatnya. Saya bersihkan. dan kembali keluar. Dada berdegup kencang. masih ada gempa-gempa susulan. Maka kami semua cenderung di luar beberapa saat.
Suami mengecek bagian samping rumah. Genting-genting berjatuhan. Ya Allah Alhamdulillah yang di belakang tadi tidak ada yang jatuh. para tetangga yang keluar rumah juga saling menyampaikan mana saja rumah yang gentingnya ambrol. Tidak semua tapi hampir sebagian besar rumah gentingnya jatuh.
Tiba-tiba kita melihat abu yang pekat di arah selatan. Saat orang orang naik ke lantai dua mesjid di samping rumah.
Setelah yakin tidak bergoncang lagi, kami semua masuk. Anak nomer dua tetap berangkat ke sekolah diantar Abi. Saya membereskan cat tembok yang lepas. Sambil sesekali keluar karena tiba-tiba gempa.
Saya baru ingat anak saya yang di asrama. Sudah tidak sempat berkomunikasi. Tibatiba orang-orang pada keluar lagi dan menuju mesjid sebelah rumah.
Saya coba keluar mencari informasi. Temanku lewat menuju ke masjid sambil mengabarkan
"Mba ada Tsunami, kita kumpul di mesjid ... " sambil bergegas ke arah masjid.
Pikiran saya berkecamuk dan berbicara dalam hati :
'Apa benar ada tsuname sampai sini?, separuh tidak percaya, jika benar, apa yang akan aku siapan menghadap MU dan apa yang masih bisa aku selamatkan?' sambil berjalan masuk ke rumah sambil aku kondisikan anak-anak.
" Amah ajak anak anak ke masjid!." teriak saya pada bu guru PAUD yang kos di kamar belakang yang saat gempa dia di dalam kamar mandi, tidak berani keluar.
Saya siapkan anak nomer 6 yang belum sempat saya mandikan. Saya bawa beberapa popok dan alas buat di masjid. Sambil bergumam
'Kalau air sampai sini aku harus menyelamatkan surat penting.'
Berkecamuk pikiranku. Dadaku berdegup kencang. apa ini yang namanya panik? pikiranku menerawang.
'Jika kami berakhir kali ini, apa yang aku bisa bawa menghadap-Mu'. Solatku? puasaku? biasa. amalku? anak-anakku? banyak keluhan-keluhanku? amal riyaku? Aduh .... bagaimanan ini? aku belum mandi, bajuku kenal ompol anak. bajuku tidak suci', begitu cepat pikiran yangbanyak, berputar dikepala. sambil berjalan membawa bayiku menuju masjid.
Di Masjid orang sudah penuh berkumpul. semua tetangga ku ada yang sedang hamil kasihan sekali. Kami di lantai dua menyaksikan gemuruh yang dasyat di selatan dan awan di langit begitu pekat. 'Apakah itu air yang menggulung di selatan?'
"Bapak ibu semua. tenang-tenang". tiba-riba suara takmir menyadarkan pikirankku yang sedang kemana-mana sambil menenangkan anak dalam pangkuan dan juga dua anakku yang lain yang memelukku.
" Coba kita realistis, laut dari tempat kita ini 30 km jaraknya. Apa iya air akan sampai kesini?, saya sudah cek di bantul kota tidak ada air, jadi tidak mungkin sampai ke tempat kita, maka semua tenang dan kembali ke rumah masing-masing". Kami pun semua pulang.
Ya Allah hebohnya. sampai rumah anakku nomer dua sudah kembali, tidak sampai sekolah.
"Hhuhu... Ima Umi, di jalan orang ramai sekali berlarian dari arah selatan, ada tsunami". Kata anakku sambil menangis ingat kakanya di asrama. Terbayang olehnya air sudah sampaii kota jogja.
"Tenang- tenang tidak ada air." jawabku menenangkan diriku sendiri juga anak anakku. Begitulah kepanikan kami semua dengan isu Tsunami yang secara logika tidak mungkin namun karena panik semua percaya.
Jika tenang semua jadi bisa menerima. Lantas kami coba telpon anak nomer satu, agar yakin kondisi baik-baik saja. Alhandulilah baik-baik semua. Dan nyatanya tidak air dari laut pantai selatan. Gemuruh di selatan itu karena gempa yang terjadi sampai bangunan-bangunan yang abruk itu mengeluarkan asap ke udara.
Ya Allah begitu dasyatnya goncangan Mu yang kurang dari 1 menit ini dan sudah membuat kami semua panik. Bagaimanakah jika itu adalah qiyamat? tak mampu membayangkan, cukuplah gempa jogja ini memberi banyak pelajaran dan membuat kami semakin mendekat pada MU
#dirumahaja
============================
Sesaat, seperlimapuluh menit, seian detik saja, ditulisan menjadi beberapa palagraf atau 1000 kata.
Comments
Post a Comment