I ‘m Proud of You

“I’m proud of you”.
Adalah kata kata yang harus aku ucapkan... setelah
kudengar semua kisahmu. Tidak ada yang minta sesuatu yang buruk bagi kehidupannya.
Semua ingin kehidupan yang baik, normal dan bahagia. Namun Allah mentaqdirkan
semua ini terjadi atasmu.
“Laa...
tahzan.. Innallaha ma’anaa”.
“Laa yukalifullaha nafsan illa wus’ahaa...”
Ayat-ayat inilah yang mampu menghiburmu agar kau bisa
kuat menapak, bisa tetap jalani kehendak Allah, dan bisa ikhlas menerima
taqdir. Sudah jadi suratan hidup keluargamu. Semoga Allah memberikan
balasan yang lebih baik, dari yang kau rasakan di dunia. Hidup di dunia hanya
1,5 jam waktu akhirat ternyata. Semoga pengadilan Allah kelaklah yang akan
menunjukkan kebenaran yang sesungguhnya.
Aku tidak bisa membanyangkan jika kejadian itu menimpa
kami. Tidak berani pula membayangkannya. Naudzubillah tsumma naudzubillah.
Kami berlindung dari hal yang kami tidak mampu memikulnya. Maka aku patut
menyampaikan rasa hormat, rasa bangga, rasa syukur, kau mampu menjalaninya.
Tetap menjaga visi misi keluarga. Tetap menjaga kemurnian agama dalam diri
anak-anak. Dan menyiapkan anak-anak mampu menerima ujian yang belum saatnya
mereka rasakan. Allah punya rencana lain untukmu. Karena sesungguhnya kini
Allah sedang menuntun mu dan mendidik anak-anakmu menjadi sangat tangguh.
Memiliki imun yang handal. Dan mempunyai benteng pertahanan yang kuat,
untuk menjalani kehidupan kini maupun esok kelak.
Tersenyumlah.... bangkitlah, tunjukkan pada dunia, kaulah
pahlawan ketahanan keluarga. Kaulah benteng pertahanan keluargamu. Kaulah yang
akan menghantarkan buah hati menuju kesuksesan. Kau sudah memiliki kunci keluar
dari problem solving dalam keluarga yang tengah berlangsung. Kau hamba
pilihan Allah. Jangan ragu melangkah,
hijrah dan semua keputusan kau ambil,
semoga yang terbaik bagi dirimu dan anak-anakmu.
Orang jika mendengar kasusmu, bisa memiliki dua persepsi.
Ada yang positif, sebagaimana yang saya ungkap diatas. Namun juga ada yang
negatif. Menyalahkan suamimu, menyalahkan komunitas yang kita bangun bersama,
dan yang nyinyir menjatuhkan suamimu. Serta menyalah-nyalahkan yang lainnya.
Tidak ada hentinya. Padahal kita saksi keteguhan suami mu, berjuang mencari
nafkah untuk keluarga. Kami juga saksimu, kau tetap berbagi dalam kelebihan
hartamu. Kau tetap tawadhu dalam kondisimu yang jauh di atas rata-rata teman
kita dari sisi ekonomi. Berbisnis yang
suamimu lakukan memang bukan ecek-ecek. Tapi usaha kelas Kakap, atau bahkan
kelas ikan Paus. Saking besarnya proyek yang dihandel. Dan saat berhasil, goncangan
fitnahnya juga menjadi lebih besar dari yang hanya usahanya kelas teri. Yang cemburu dan tidak
suka atas keberhasilan suamimu tidak hanya musuh-musuhmu. Namun katamu termasuk
teman-teman dekat. Masya Allah... begitukah fitnahnya harta?, bahkan
menurutmu yang berdusta untuk menyelamatkan dirinyapun adalah teman sendiri. Astaghfirullah.
Apalagi musuh di luar sana? Mereka lebih
berusaha keras menjatuhkan suamimu.
Percaya atau tidak, aku
adalah pendengar yang baik semua cerita yang kau ungkapkan .... suamimu
berusaha mengamankan diri, keluarga dan teman serta komunitas dengan berkorban
lebih banyak untuk itu semua. Apalagi ini? sebuah permainan yang sudah
diketahui banyak orang didalam “rumah berbaju putih hitam”. Uang sebagai pemulus urusan sudah menjadi
biasa disana. Dari tingkat petinggi hingga bawahannya. Sehingga untuk itu semua
kau harus merelakan menjual secara perlahan-lahan semua aset yang kau miliki
dan telah diusahakan sekian lama. Betapa biaya untuk sebuah keutuhan keluarga
menjadi begitu mahal. Betapa banyaknya
biaya yang harus kau keluarkan untuk
menutup mulut-mulut para penjaga dan pengurus semua urusanmu dan suami. Masya
Allah... serasa saya berada dalam sebuah alam lain yang belum pernah saya
kunjungi, atau lebih pas seperti kisah dalam sinetron. Boleh jadi kisah dalam
sebuah sinetron itu memang ada kejadiannya. Dan dibuat film agar menjadi
pelajaran bagi yang lainnya. Dan kini itu terjadi dan nyata saya lihat ada pada
dirimu.
Rasa benci, dendam, iri, berbohong, kekesalan yang
tertumpah, lupa kawan, lupa saudara, cari selamat dan aman serta rasa lainnya
yang susah untuk diungkapkan. Karena begitu banyaknya hal yang tidak nyaman kau
rasakan. Dan karena ternyata begitu rumit untuk difahami akal sehat manusia
normal seperti kita. Yang pikirannya lurus, polos, positif dan baik kepada
siapa saja. Tidak pernah terbayangkan ada suatu dunia seperti ini. Dan mataku
terbuka dengan kasus dirimu. Dan berlindung kepada Allah.
Pernahkan kau merenung?, ini pertanyaan yang belum sempat
saya ungkap kepadamu. Ibrah apa yang Allah sedang berikan? Adakah khilaf dirimu
dan suamimu? Yang mungkin belum kau mohonkan ampunan kepada Allah? Tapi
pertanyaan itu berat saya ungkapkan. Karena sebuah kabar yang sangat tidak
nyaman didengar. Jangankan istrinya yang tahu, orang lain tahu saja tidak
nyaman. Apa itu? fitnah pria atas wanita.
Sulit diterima kebenarannya. Namun terjadi. Selama dilakukan dengan
benar, semua isu mendua itu tidak ada masalah. Akan jadi masalah saat dilakukan
dengan dusta dan tanpa keadilan. Bahkan posisinya disimpan tanpa diketahui
dirimu? Ini baru masalah. Saya berharap dirimu tahu dan bisa memaafkan suami
dan menjadi istri sholihah tetap bersamanya. Mendampingi dalam suka dan duka.
Dalam posisi suamimu sekarang, kau harus bolak balik
melayani suami dan juga anak-anakmu. Sampai kau berusaha memberikan pendidikan
terbaik bagi anak-anakmu, agar tidak jauh dari suami dan kau lebih dekat
melayani suami. Hijrah adalah pilihan, Semoga ikhtiar ini akan memberikan kebaikan
bagi semua. Saat ditempat lamapun, kau sudah mampu memberikan alasan yang bisa
diterima anak-anakmu. Sehingga mereka tidak bertanya lebih jauh. Logika yang
kau gunakan adalah “sekolah”. Ya... ayah anak-anak sedang sekolah, belajar dari
suatu peristiwa dalam kehidupannya yang berefek panjang. Kalau anak-anak
bertanya? Kapan lulusnya ayah mereka?. Kau akan berdiplomasi dengan jeli.
Hingga anak-anak faham bahwa ujiannya
sangatlah rumit. Sehingga cukup lama untuk lulus. Namun kau akui bahwa suatu
saat mereka akan tahu mengapa ini terjadi pada keluarga mereka dan ayah mereka.
Kau hanya ingin, anak-anak tetap bangga dengan ayah mereka. Kau ingin ayah
tetap dalam kebaikan dihadapan anak-anak. Dan subhanallah... kau mampu
menghadirkan ayah dalam suasana apapun dalam rumah kalian. Dan anak-anak selalu
dapat melepas rindu mereka dengan sarana media saat ini, semua dapat dilakukan.
Kadang ada sedihnya, saat pertanyaan mereka “Kapan ayah pulang?” janji yang
tidak pernah dijawab dengan pasti. Namun mampu membuat anak-anak tetap taat
belajar dengan baik. Suatu skenario yang hebat.
Sebuah musibah, mampu kau olah menjadi banyak kebaikan
dihadapan anak-anakmu. Sebuah kecelakaan
di masa lalu sekalipun, mampu kau hadirkan untuk kebersamaan, agar bisa
bertemu dengan ayah mereka. Ini yang saya katakan suatu skenario yang hebat.
Sehingga dihadapan anak-anak. Ayah mereka baik-baik saja. Mereka tetap percaya
padamu sebagai ibu mereka, bahwa ayah mereka baik-baik saja. Mereka sudah
membuktikan, hanya masalah waktu.
Kau juga banyak memberikan pelajaran kehidupan yang
banyak kepada anakmu yang sudah sekolah menengah sekarang. Dia tentu tidak bisa
terus dislamurkan lagi. seperti saat dia TK atau SD. Dia sudah
perlahan-lahan kau jelaskan yang sesungguhnya.dan subhanallah,
penerimaannya sangat mudah. Karena prolog darimu selama ini begitu mulus. Anak
tetap sayang dan bangga dengan ayah mereka. Coba jika kau tidak mengkondisikan
dengan baik. Maka kita sudah tahu apa yang akan terjadi tentu sebaliknya. Banyak
di luar sana, tidak dalam musibah seperti mu saja, anak membenci kepada ayah
mereka, hanya karena ayah mereka tidak mampu memberikan nafkah yang cukup bagi
keluarga. Bahkan sampai akan bekelahi karena ayah tidak berusaha membayar spp
kuliahnya. Masya Allah. Ini yang saya katakan saya bangga dengan ikhtiar
yang kau usahakan selama ini.
Setiap kita bertemu, kau bercerita banyak hal. Saya tahu
ini adalah bagian dari upayamu melepas beban yang sedang kau hadapi. Kau juga
butuh teman untuk mencurahkan isi hatimu (curhat). Karena kau pernah
bilang, suamimu curhatnya ya kepadamu. Resah dan gelisahnya dicurahkan
kepada mu. Belum selesai urusan suami mu, kau juga jadi tempat curhat
semua keluarga dari pihak dirimu dan juga dari pihak suami. Yang kau katakan,
dalam kondisimu yang sedang seperti inipun, mereka maksudnya saudara-saudara
itu tetap meminta perhatianmu. Tetap meminta jatah upeti darimu. Yang kadang
kau juga kesal, lelah, cape dan semua resah yang manusiawi. Namun kau harus
hadapi semua masalah ini. Kau harus tetap tegar. Kau harus tetap tersenyum demi
masa depan anak-anakmu. Demi keutuhan keluargamu. Agar tidak terfitnah kefanaan
dunia.
Masa menanti itu akan menjadi panjang, jika kau hadapi
dengan gresulo. Namun kau berprinsip akan menhadapinya dengan
kebahagiaan. Ini pilihan. Semua sudah terjadi. Semoga waktu delapan tahun, akan
menjadi waktu yang baik-baik saja. Mampu dijalani dengan kebaikan dunia dan
akhirat. Semoga Allah ringankan urusan ini. Semoga semua ini mejadi pengampun
dosa kalian. Khususnya suamimu. Dan kau selalu berpositif thingking
kepada Allah.
Dalam suasana itu semua, kau juga tetap menerima amanah
da’wah. Kau tetap menjalankan amanah suamimu. Agar kau tidak diberi fasilitas
apapun dari amanah yang kau emban. Suamimu ingin kau bebas berekspresi, tanpa
dibebani berhutang budi. Suamimu ingin kau tetap ikhlas. Mungkin sangat ideal.
Tapi itulah dirimu. Terimaksih kau pernah membantu saya. Kau juga sudah
membantu yang lain dalam dunia ber-amal jama’i. Semoga di tempat baru kau bisa beradaptasi
dengan baik. Dan mendapatkan apa kau cari disana. Semoga Allah limpahkan
kesabaran. Dan Allah berikan kemudahan segala urusan mu. Yang masih terus harus
kau hadapi. Aamiin. Ya... Rabbal...’alamin.
Comments
Post a Comment