Hutang kami
@MuznaNAs
Saat kamu sudah mandiri seperti sekarang ini, sudah bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, maka sebenarnya kami sebagai orang tua tentu merasa bahagia, lega dan bangga serta penuh syukur. Namun apakah tugas kami sudah selesai ? Belum .... ya belum.
Dalam usiamu kini, beberapa kawanmu sudah berani melangkah menyempurnakan setengah agamanya, nah... tugas kami belum selesai jika belum mengantarkanmu ke dunia kehidupan barumu
Ada kekhawatiran kami padamu. Ada masa-masa yang bolong, kami merasa tidak maksimal mengisinya buatmu. Dulu saat kau balita, kasih sayang Umi tergantikan oleh khadimat saat itu. Umi merasa bersalah dan mengakui itu salah. Umi juga berusaha memgambil cinta kasih sayang darinya, agar kau kembali lebih dekat dengan Umi Abi. Bisa ... ya bisa namun kasih sayang itu sempat tergantikan. Maafkan kami. Tidak ada niat kami seperti itu. Akan tetapi tuntutan pekerjaan dan dawah saat itu meminta waktu kami. Kau tentu saat itu belum faham.
Ya.... kami harus memperhatikan sekian siswa lain teman temanmu, juga semua pendidikmu. Kadang dengan terpaksa kami tinggal hanya dengan khodimat, saat keluar kota dan panggilan dawah tidak bisa membawamu.
Kami baru merasakan ada yang tercerabut kasih sayang buatmu, saat sikapmu menunjukan marah kepada kami. Wajahmu berubah merah. Satu kejadian yang tidak akan pernah kau lupa saat Abi lupa menjemputmu, dan pesan untuk menunggu tidak sampai, akhirnya kau pulang berjalan kaki, terlalu jauh jarah yang harua kau tempuh dalam usiamu saat itu. Meski ada hikmah dari peristiwa itu, namun hatimu pernah luka. Maafkan kami.
Umi juga yakin kau memaafkan Abi,
Namun bekas kecewamu perlu penawar. Curahan kasih sayang kami mesti lebih deras buatmu dan lebih baik lagi. Namun kau dihadapkam pada kondisi sulit kami lagi.
Kala kau menempuh pendidikan menengah pertama, kami tidak bisa menyekolahkan mu di Sekolah islam terpadu.
Saat itu mungkin kau menerima, namum lingkungan disana serperti membuka mata kami. Kami sedang memasukan anak ke lingkungan yang kurang kondusi. Rasa bersalahpun muncul lagi. Jikalah kau bisa menjaga pergaulanmu tetap saja kami yang salah telah membuka lahan itu bagimu.
Kalau urusan akademik dan kesibukanmu semua melejit dan positif. Targetmu jelas dan bersyukur bisa masuk Universitas terbaik dengan jalur yang mudah pada jurusan cita-cita Umi. Kamu yang mewujudkannya. Kami bangga... hanya lobang yang pernah ada itu tak mampu kami tambal dengan sempurna. itu akan tetap menjadi hutang kami untukmu.
Hutang yang harus dibayar, PR yang harus dikerjakan. Dan saat kini kau jauh... kami semakin sulit membayarnya.
Dekapan sayang sudah tak bisa sesering dulu.
Sentuhan kasih pun tak bisa lagi akibat jarak, perhatianpun sudah banyak terbagi. Bantuanpun sudah beralih bagi adik-adikmu yang lain.
Semoga kau bisa memahami semua kondisi ini, dan memaafkan kami.
Kami sayang padamu.
Doa kami senantiasa terpanjatkan buatmu.
#JCA#1
#idanurlaila
#day4
#sweetheart
@MuznaNAs
Saat kamu sudah mandiri seperti sekarang ini, sudah bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, maka sebenarnya kami sebagai orang tua tentu merasa bahagia, lega dan bangga serta penuh syukur. Namun apakah tugas kami sudah selesai ? Belum .... ya belum.
Dalam usiamu kini, beberapa kawanmu sudah berani melangkah menyempurnakan setengah agamanya, nah... tugas kami belum selesai jika belum mengantarkanmu ke dunia kehidupan barumu
Ada kekhawatiran kami padamu. Ada masa-masa yang bolong, kami merasa tidak maksimal mengisinya buatmu. Dulu saat kau balita, kasih sayang Umi tergantikan oleh khadimat saat itu. Umi merasa bersalah dan mengakui itu salah. Umi juga berusaha memgambil cinta kasih sayang darinya, agar kau kembali lebih dekat dengan Umi Abi. Bisa ... ya bisa namun kasih sayang itu sempat tergantikan. Maafkan kami. Tidak ada niat kami seperti itu. Akan tetapi tuntutan pekerjaan dan dawah saat itu meminta waktu kami. Kau tentu saat itu belum faham.
Ya.... kami harus memperhatikan sekian siswa lain teman temanmu, juga semua pendidikmu. Kadang dengan terpaksa kami tinggal hanya dengan khodimat, saat keluar kota dan panggilan dawah tidak bisa membawamu.
Kami baru merasakan ada yang tercerabut kasih sayang buatmu, saat sikapmu menunjukan marah kepada kami. Wajahmu berubah merah. Satu kejadian yang tidak akan pernah kau lupa saat Abi lupa menjemputmu, dan pesan untuk menunggu tidak sampai, akhirnya kau pulang berjalan kaki, terlalu jauh jarah yang harua kau tempuh dalam usiamu saat itu. Meski ada hikmah dari peristiwa itu, namun hatimu pernah luka. Maafkan kami.
Umi juga yakin kau memaafkan Abi,
Namun bekas kecewamu perlu penawar. Curahan kasih sayang kami mesti lebih deras buatmu dan lebih baik lagi. Namun kau dihadapkam pada kondisi sulit kami lagi.
Kala kau menempuh pendidikan menengah pertama, kami tidak bisa menyekolahkan mu di Sekolah islam terpadu.
Saat itu mungkin kau menerima, namum lingkungan disana serperti membuka mata kami. Kami sedang memasukan anak ke lingkungan yang kurang kondusi. Rasa bersalahpun muncul lagi. Jikalah kau bisa menjaga pergaulanmu tetap saja kami yang salah telah membuka lahan itu bagimu.
Kalau urusan akademik dan kesibukanmu semua melejit dan positif. Targetmu jelas dan bersyukur bisa masuk Universitas terbaik dengan jalur yang mudah pada jurusan cita-cita Umi. Kamu yang mewujudkannya. Kami bangga... hanya lobang yang pernah ada itu tak mampu kami tambal dengan sempurna. itu akan tetap menjadi hutang kami untukmu.
Hutang yang harus dibayar, PR yang harus dikerjakan. Dan saat kini kau jauh... kami semakin sulit membayarnya.
Dekapan sayang sudah tak bisa sesering dulu.
Sentuhan kasih pun tak bisa lagi akibat jarak, perhatianpun sudah banyak terbagi. Bantuanpun sudah beralih bagi adik-adikmu yang lain.
Semoga kau bisa memahami semua kondisi ini, dan memaafkan kami.
Kami sayang padamu.
Doa kami senantiasa terpanjatkan buatmu.
#JCA#1
#idanurlaila
#day4
#sweetheart
Comments
Post a Comment