Gadget membahagiakan Keluarga

Muzna Nurhayati

3 Hal Yang Wajib Dihindari dalam Pertengkaran Rumah Tangga ...

 “Sekarang Habib jadi gaul lho”. Kata Bunda suatu hari.
Karena sejak Hand Phone (HP) Bunda dilengkapi dengan Android. Habib jadi ingin tahu dan mencoba belajar bagaimana menggunakan What Apps (WA)  dan begitu bisa memakainya, Habib sangat gembira, bahagia dan menjadi asik serta lebih bermakna. Habib adalah panggilan sayang untuk ayah kami dan kakek dari cucu-cucunya. Biasanya Habib tidak terlalu peduli dengan SMS saat era WA dan lainya belum ada. Bagi seorang berusia di atas 70 (lima puluh) tahun membaca layar monitor HP sekecil itu sangat tidak menarik dan membuat sakit mata dan kepala. Maka HP pun pilih yang jadul (model jaman dulu).  
“Iya..ya... Habib sekarang bisa pake WA, hebat ya, tidak sekedar gaul tapi keren tidak gaptek (Gagap Teknologi) lagi”.  Komentar para cucu-cucu di WA.  
“Bib... bangun setelah sholat dan mengaji langsung sudah mencari HP, baca Group WA keluarga, kalau ada foto Alwi... langsung ketawa-ketawa”. Bunda menambahkan. Alwi adalah cucu yang keempat belas berusia baru genap satu tahun. Baginya bisa tahu kondisi anak-anak dan cucu-cucunya yang pada berjauhan sangatlah membahagiakan. Jadi punya HP atau berWA ria bukan untuk  gaya atau apapun.  Namun lebih kepada untuk mendekatkan semua personil keluarga dimanapun mereka berada.

Anak-anak juga sekarang jadi lebih senang, karena yang comment langsung Habib sendiri. Bukan hanya Bunda.  Dan ini baru saja berjalan sekitar tiga bulan terakhir. Sebelumnya dalam lima kali lebaran ada group BBM  keluargapun tidak mau terlibat. Tapi alhamdulillah sekarang jadi mau.Tent ada alasannya.
“Bunda jadi enteng, karena dulu bunda yang harus menyampaikan berita yang ada di BBM/WA, lalu Bunda juga yang harus comment. Sekarang bisa sendiri.” Begitu Bunda menjelaskan, hingga dirinya tidak direpotkan lagi. Terbayang saat Habib belum bisa membalas WA, jika ada apa-apa, atau tahu ada berita dari bunda, beliau akan langsung telepon. Sebab berita dari Bunda akan sangat spesifik. Seperti si Anak U lagi sibuk,si Anak A lagi di perjalanan, dan si anak F baru sakit, atau si cucu A menangis, atau si cucu B sakit, atau si cucu C dapat piala dan sebagainya. Semua berita sedih dan gembira selalu berganti disana sehingga Habib akan menghubungi langsung. Sekarang masih menghubungi setiap pekan, dan setia harinya sudah bisa, tekan smile, Jempol dll.  

Bagiku kebahagian Ayah adalah kebahagiaan kami semua.  Jika bagahagianya ayah adalah dengan selalu bisa berkomunikasi dengan beliau, akan kami lakukan. Sebelum ada sarana ini, kami paling tidak sepekan sekali menelpon beliau. Jika saya lupa menelpon beliau yang akan menelpon kami anak dan cucunya. Jika dirasa terlalu lama tidak menghubungi, kami akan di tegur. Dan kena marahnya.  Lantas kami akan meminta maafnya. Besoknya semua pada menelpon beliau. Begitulah orang tua kita. Mereka tidak rela kita anak-anaknya menyia-nyiakan mereka. Inginnya  selalu dalam perhatian penuh. Sayang....anak-anak kini sudah berkeluarga. Semua sudah punya tanggung jawab sendiri kepada keluarganya. Maka sebuah HP atau Gadget jadi bergitu berguna saat  anak dan orangtua berjauhan. Sesama saudara juga berjauhan. Hubungan antar orangtua dan anak, kakak dengan adik, paman dengan ponakan, sesama sepupu akan menjadi lebih dekat sekalipun dipisahkan gunung dan lautan.

Kadang terlihat lucu, memperhatikan seorang kakek senyum-senyum sendiri, di tangannya ada gadget yang ukurannya cukup besar, sehingga bisa melihat foto keluarga, anak dan cucunya yang jauh atau video/film anak dan cucunya, serta film buatan cucunya, lebih leluasa. Ada juga seorang kakek yang asik dengan gadgetnya untuk komunikasi buat reunian di usia mereka yang sudah 80 tahun an. Atau ada juga yang memakai gadget untuk komunikasi dan silaturahmi antar pengajian. Wah gaul benar kakek ini. jadi ingat saat saya bersilaturahmi ke sebuah masjid dan ta’mirnya seorang kakek pensiunan mantan staf ahli mentri itu meminta no HP yang ada WA nya pada saya. Tapi bagus jadinya, silaturshmi kami bisa berlanjut.

Jika gadget ini membahagiakan seorang kakek, saya juga ada kisah saat dalam perjalanan memakai transportasi kereta api, disebelah saya seorang ayah dan anak. Dan ayah ini ingin membahagiakan anaknya. Ayah ini membelikan HP cukup mahal kepada anaknya. Sebut namanya Rara (bukan nama sebenarnya). Saya pandang mahal dari ukuran seorang anak kelas lima sekolah dasar memiliki barang tersebut. Rara bermain HP yang sangat bagus, dan saya tahu berapa harga HP tersebut. Maka saya katakan  mahal. Bisa untuk membeli satu kambinglah kalau idul qurban besok. Saya jadi penasaran ingin mengetahui apa sebenarnya latar belakang seorang ayah membelikan  alat komunikasi begitu mahal.
“Wah... HP nya bagus sekali”. Saya memulai pembicaraan.
Sang ayah yang berada di balik Rara duduk juga tersenyum bangga. HP anaknya dipuji orang.
“HP nya hadiyah apa beli sendiri mba  Rara?”. tanyaku lagi.
“Hadiyah”. Jawab Rara.
“Woh... Alhamdulillah... dapat hadiyah, hadiyah  karena mba Rara hebat ya?”tanya saya lagi. Logika umum bukankah begitu.
“Nda kok bu, saya beri HP karena Rara naik kelas”. Ayahnya menjawab. Wow... pasti naik kelasnya juara. Sampai dibelikan HP mahal.
“Berarti juara ya mba?,  rangking berapa?” selidik saya lagi.
“Rangking sembilan”. Jawab Rara.
Ternyata sederhana sekali, masuk sepuluh besar, dugaan saya salah. Waduh... logikanya beda. Anakku hanya akan dapat hadiyah jika prestasinya melebihi rata-rata dan tidak biasa. Seperti berani jujur, bisa menghafal al-quran dan saat bisa membaca satu juz al-quran, itupun saya beri dia hiburan bermain ke kebun binatang atau tempat lainnya yang dia mau. Dan kalau naik kelas, kayanya standar saja hadiyahnya alat tulis masuk sekolah yang baru. Saya bandingkan dengan anak saya, karena mereka seusia. Tapi keluarga ini berbeda. Jadi tambah penasaran saya.
“Sekolah dimana mba Rara?” tanya saya untuk meyakinkan apakah latar belakang agama mereka cukup baik. Kalau dilihat penampilan ayah sangat bersih dan nampak terdidik, mamanya juga bersih dan  manis. Mama memakai celana jin ketat namun berkerudung. Saya perhatikan ayahnya saat berbincang dengan anak sangat care dan sayang sekali. Senda gurau antar mereka begitu mesra dan asik. Dalam hati saya acungi jempol buat komunikasi mereka. Saya pun lebih positif kepada mereka. Pemberian barang mahal tadi benar-benar karena sayang dan keinginan membahagiakan anak dan tetap memiliki hubungan komunikasi yang baik antar sesama anggota keluarga. Tidak sebaliknya. Saya lihat di kursi lain seorang ibu main HP dan berkata keras dan kasar kepada anaknya, sama penampilannya, tapi berbeda nuansanya.

Rara bersekolah di sebuah sekolah Islam di Ibu kota Negara ini,  di sekolahnya membolehkan anak membawa HP/Gadget dan Tablet. Asal tidak berbunyi  saat pelajaran dan dimainkan saat istirahat. Jika ketahuan atau bunyi, maka HP dan sejenisnya itu akan disita sampai waktu pulang. Saat pulang bisa diambil kembali di kantor, demikian cerita Rara kepada saya. Sayapun ber oooooooh panjang. Barangkali ini pilihan lembaga pendidikan tersebut dalam menerapkan tata tertib di kalangan orangtua mampu dan bahkan berlebihan dalam memberi fasilitas kepada anak. Orangtua sudah cukup bangga dengan sekolah tersebut sebab mengajarkan Aqidah dan Baca tulis al-quran (BTAQ).

Rara  dan ayahnya juga bercerita HP itu digunakan untuk Googling  jika pelajaran sulit. Mencari yang dibutuhkan. Bahkan ayahnya memberi paket internet satu tahun, dan ibunya mendonwloadkan  games yang sesuai dengan anak putrinya. Sehingga anak tidak liar bermain game. Selain itu ayah memberi tugas membaca di HP,  jika anak bertanya soal dari sekolah. Begitu penjelasanya. Sementars dari informasi Rara, dia suka main game dari sore sampai malam. Dan tidak suka kalau disuruh atau ada PR, harus ngerjain PR dulu baru bermain lagi, begitu Rara bercerita dengan lancar dan menggemaskan, karena perawakannya yang besar dan lucu.

Belum cukup juga penasaran saya. Tentang keberagamaan mereka. Saya tanyakan apakah besok idul adha berqurban? Jawabnya standar, Rara akan ikut di sekolah saja. Dan melihat di mesjid dekat rumah. Artinya tidak berqurban di rumah. Saat saya tanyakan mengapa tidak berkurban, jawabannya harga kambing sangat mahal. Baru saya mengerti. Ibadah qurban dan menggapai kebahagian akhirat nampaknya belum prioritas. Namun tidak untuk sebuah HP bagi anak kesayangan dan itu untuk sebuah kebahagiaan dunia. Mahal bukan masalah. Astaghfirullah.

Apapun itu, saya melihat ada dua sisi memberikan dan mendapatkan kebahagian tiap orang berbeda dalam mengungkapkannya. Satunya kakek bahagia bisa selalu berhubungan dengan anak dan cucu melalui HP.  Satunya bahagia membelikan HP. Dan mereka semua tetap akrab satu sama lain tidak terpengaruh dengan HP yang ada. Hanya orientasinya ber agama saja yang berbeda. Jadi apa yang penting kalau begitu? HP nya atau kebahagiaanya? tentu kebahagiaan yang akan didapat dan niat mendapatkan kebahagiaan untuk apa yang lebih penting. Kebahagiaan hakiki adalah kebahagian yang akan berbuah diakhirat. Kebersamaan keluarga di dunia tentu akan diidamkan juga bahagia kelak di akhirat. Menjalin kebahagian di dunia untuk kelak dapat kembali bersama di akhirat adalah harapan keluarga islam. Menguatkannya di dunia untuk mendapatkan kebahagiaan di akhirat.  

Meski di era digital masih banyak keluarga yang merasa khawatir, karena ada banyak kasus anak menjadi ketergantungan hingga sakit psikisnya. Namun juga masih banyak yang bernilai positif. Terlebih bagi kita orangtua, sebuah keniscayaan serta menjadi pekerjaan rumah  agar kita mampu menjadikan apa yang sekarang  terjadi di era digital ini bisa membahagiakan keluarga kita. Serta mampu memberikan pengaruh yang baik  dan memberikan kebaikan lainnya dalam mengokohkan keluarga.  

Dua kejadian diatas adalah bukti bahwa dunia gadget sekarang ini yang sudah sangat digandrungi anak-anak kita, tidak hanya berbahaya, namun juga  bisa menjadi kebaikan di tengah-tengah kekhawatiran tadi.  Kakek bahagia, ayah bangga, ibu tenang, anak sehat dan gembira.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   

Comments

Popular posts from this blog