BERANI BERKATA
TIDAK
@MuznaNAs

Muti (bukan nama sebenarnya) mendengar dari seorang
ustadz, ada masuliyah (pimpinan pembina pengajian pekanan) dengan jenjang
yang sudah tinggi, selingkuh
dengan teman mantan pacarnya dulu di SMA. Astaghfirullah. Apa iya media sosial
bisa begitu rupa efeknya.
Awalnya tidak percaya, tapi saat Muti membuka emailnya di warung internet (WARNET), saat itu media hand phone (HP),
Gadget dan sejenisnya belum secanggih sekarang. Dimana membuka email bisa
dibuka di HP/Gadget. Tapi saat itu untuk mengirim email kepada teman, kita
harus pergi keluar rumah menuju WARNET. Barulah dia sadar, benar kata ustadz
teman suaminya itu. Saat dia menerima dan membaca sebuah email masuk dan.
Membaca nama di in box emailnya, tepat dilayar komputer
yang ada dihadapannya. Tiba-tiba berdebar jantungnya lebih cepat dari biasanya.
Seperti tidak percaya. Sebuah nama yang sangat dikenalnya, cukup dekat dengan
dia saat di SMA dulu, muncul dibarisan in box emailnya. Nama yang menjadikan
dia menerawang ke masa SMA 24 tahun lalu. Nama yang tidak hanya punya kenangan
indah, namun nama yang juga membuka luka
lama, yang sebenarnya nama itu meski pernah ada dalam memorinya itu, sempat
dikubur dalam-dalam, siang ini muncul menyapa dia.
Nah... ini awal yang tidak baik. Begitu pikir Muti. Dengan
ragu dia balas email itu. Dengan satu tekad, hanya kali ini. Tapi email
berikutnya masuk lagi, dan begitu terus hingga waktu pun berjalan terus. Jika
ditanggapi, maka akan terus berbalas. Tapi jika tidak dia tidak berhenti. Maka
suatu hari Muti berniat membalas dengan banyak beristighfar. Balasan yang
singkat “Maaf”. Karena kini Muti seorang yang sudah faham agama dan seorang
public figur, tentu Muti sadar apa yang akan terjadi bila ini diteruskan. Maka
setiap email masuk, dia tidak pernah membalasnya, dia hanya memandangi, dia berusaha
menetralkan suasana hatinya, menjadikan semua masa lalu tetap masa lalu. Dalam
hati dia menangis, dan berdo’a
“Ya Allah ampuni hamba, jika kehadiran nama dia
mengganggu hatiku, mengganggu suasana harmonis keluargaku. Ampuni hamba ya
Allah, hamba tidak mau berbuat salah dan dosa, tolonglah hamba ya Allah”.
Begitu rintihnya.
Setiap email masuk bertanya sesuatu atau apapun, seperti
temu kangen, tepang sono, reunian, dia hanya memandangi dan lewat. Meski selalu
ada getaran dan ingin membalas. Dipupusnya jauh-jauh. Pernah saat BBM sudah
mulai berkembang ajakan chating dan janjian ingin ketemu. Tetap tidak pernah
disambut. “Maafkan saya”. Hanya itu yang bisa dia tulis saat ditanya mengapa
tidak datang. Alhamdulillah Muti selamat dalam kurun waktu lima tahun Allah
mengujinya.
Teman SMA Muti, kini sudah tiada... semoga Allah menerima
amalnya dan mengampuni. Karena sakit yang dideritanya, mungkin sudah lama,
namun baru diketahui setahun terakhir dan sudah stadium IV. Karena sudah
terlambat, semua hanya bisa mendo’akannya. Dalam hati Muti merasa iba, bukan
karena dia tidak membalas sapaan terakhirnya di What Apps (WA). Namun Muti
bertanya mengapa waktu yang tinggal sebentar itu kau gunakan sia-sia. Mengapa
begitu semangatnya ingin mengembalikan masa lalu yang salah. Sebenarnya Muti
ingin menasehati atau menda’wahi dia. Namun apapun dengan dalih da’wah, masalah
ini sangat menyerempet bahaya. Bisa menyulut api dan membakar. Awalnya karena alasan
berda’wah. Kita tidak pernah tahu hati seseorang. Maka sekali tidak ya....
TIDAK untuk apapun namanya maksiat sekalipun di hati.
Semua terjadi bukan atas kehendak dirinya. Semua terjadi
dengan seijin Allah. Semua terjadi untuk memberikan pelajaran kepada siapapun
kita. Mungkin di luar sana banyak kejadian lebih heboh dari yang Muti alami,
bahkan sampai terjadi huru hara dalam keluarga. Muti yakin kisah ini dia
ungkapkan kepada sahabatnya, sebagai bagian dari rasa bersalah dan agar dia
bisa memaafkan diri sendiri dengan memberikan kebaikan dari yang sedikit yang
dia punya dalam hal pengendalian diri secara internal dan mampu menyelamatkan
dirinya dan keluarganya sebagai amanah Allah uyuh di dunia hingga akhirat
kelak.
“Maafkan....”. Gumamnya entah pada siapa? hanya terdengar
oleh dirinya sendiri, mungkin ini permintaan maafnya yang ditujukan kepada
suaminya, atau lebih tepatnya untuk dirinya sendiri memohon ampunan dan
keridhoan dari Allah. Agar ikhtiarnya mendapatkan maghfirah, rahmat dan ridho
Allah SWT. Wallahu alam.
Comments
Post a Comment