BERANI BERKATA TIDAK

@MuznaNAs

10 Situasi Desainer Sebaiknya Bilang Tidak Kepada Klien - IDEsainesia

Muti (bukan nama sebenarnya) mendengar dari seorang ustadz, ada masuliyah (pimpinan pembina pengajian pekanan) dengan  jenjang  yang sudah tinggi,  selingkuh dengan teman mantan pacarnya dulu di SMA. Astaghfirullah. Apa iya media sosial bisa begitu rupa efeknya.
Awalnya tidak percaya, tapi saat Muti membuka  emailnya di warung internet  (WARNET), saat itu media hand phone (HP), Gadget dan sejenisnya belum secanggih sekarang. Dimana membuka email bisa dibuka di HP/Gadget. Tapi saat itu untuk mengirim email kepada teman, kita harus pergi keluar rumah menuju WARNET. Barulah dia sadar, benar kata ustadz teman suaminya itu. Saat dia menerima dan membaca sebuah email masuk dan.
Membaca nama di in box emailnya, tepat dilayar komputer yang ada dihadapannya. Tiba-tiba berdebar jantungnya lebih cepat dari biasanya. Seperti tidak percaya. Sebuah nama yang sangat dikenalnya, cukup dekat dengan dia saat di SMA dulu, muncul dibarisan in box emailnya. Nama yang menjadikan dia menerawang ke masa SMA 24 tahun lalu. Nama yang tidak hanya punya kenangan indah, namun nama yang juga  membuka luka lama, yang sebenarnya nama itu meski pernah ada dalam memorinya itu, sempat dikubur dalam-dalam, siang ini muncul menyapa dia.
Nah... ini awal yang tidak baik. Begitu pikir Muti. Dengan ragu dia balas email itu. Dengan satu tekad, hanya kali ini. Tapi email berikutnya masuk lagi, dan begitu terus hingga waktu pun berjalan terus. Jika ditanggapi, maka akan terus berbalas. Tapi jika tidak dia tidak berhenti. Maka suatu hari Muti berniat membalas dengan banyak beristighfar. Balasan yang singkat “Maaf”. Karena kini Muti seorang yang sudah faham agama dan seorang public figur, tentu Muti sadar apa yang akan terjadi bila ini diteruskan. Maka setiap email masuk, dia tidak pernah membalasnya, dia hanya memandangi, dia berusaha menetralkan suasana hatinya, menjadikan semua masa lalu tetap masa lalu. Dalam hati dia menangis, dan berdo’a
“Ya Allah ampuni hamba, jika kehadiran nama dia mengganggu hatiku, mengganggu suasana harmonis keluargaku. Ampuni hamba ya Allah, hamba tidak mau berbuat salah dan dosa, tolonglah hamba ya Allah”. Begitu rintihnya.
Setiap email masuk bertanya sesuatu atau apapun, seperti temu kangen, tepang sono, reunian, dia hanya memandangi dan lewat. Meski selalu ada getaran dan ingin membalas. Dipupusnya jauh-jauh. Pernah saat BBM sudah mulai berkembang ajakan chating dan janjian ingin ketemu. Tetap tidak pernah disambut. “Maafkan saya”. Hanya itu yang bisa dia tulis saat ditanya mengapa tidak datang. Alhamdulillah Muti selamat dalam kurun waktu lima tahun Allah mengujinya.
Teman SMA Muti, kini sudah tiada... semoga Allah menerima amalnya dan mengampuni. Karena sakit yang dideritanya, mungkin sudah lama, namun baru diketahui setahun terakhir dan sudah stadium IV. Karena sudah terlambat, semua hanya bisa mendo’akannya. Dalam hati Muti merasa iba, bukan karena dia tidak membalas sapaan terakhirnya di What Apps (WA). Namun Muti bertanya mengapa waktu yang tinggal sebentar itu kau gunakan sia-sia. Mengapa begitu semangatnya ingin mengembalikan masa lalu yang salah. Sebenarnya Muti ingin menasehati atau menda’wahi dia. Namun apapun dengan dalih da’wah, masalah ini sangat menyerempet bahaya. Bisa menyulut api dan membakar. Awalnya karena alasan berda’wah. Kita tidak pernah tahu hati seseorang. Maka sekali tidak ya.... TIDAK untuk apapun namanya maksiat sekalipun di hati.
Semua terjadi bukan atas kehendak dirinya. Semua terjadi dengan seijin Allah. Semua terjadi untuk memberikan pelajaran kepada siapapun kita. Mungkin di luar sana banyak kejadian lebih heboh dari yang Muti alami, bahkan sampai terjadi huru hara dalam keluarga. Muti yakin kisah ini dia ungkapkan kepada sahabatnya, sebagai bagian dari rasa bersalah dan agar dia bisa memaafkan diri sendiri dengan memberikan kebaikan dari yang sedikit yang dia punya dalam hal pengendalian diri secara internal dan mampu menyelamatkan dirinya dan keluarganya sebagai amanah Allah uyuh di dunia hingga akhirat kelak.
“Maafkan....”. Gumamnya entah pada siapa? hanya terdengar oleh dirinya sendiri, mungkin ini permintaan maafnya yang ditujukan kepada suaminya, atau lebih tepatnya untuk dirinya sendiri memohon ampunan dan keridhoan dari Allah. Agar ikhtiarnya mendapatkan maghfirah, rahmat dan ridho Allah SWT. Wallahu alam.



Comments

Popular posts from this blog